Mahasiswa dan Sikap Mandiri
Oleh: Andika Khoirul Huda*

Mahasiswa merupakan tingkatan paling tinggi seorang pelajar di dalam dunia pendidikan. Ia sudah menyandang predikat ‘maha’, bukan lagi sebagai siswa. Karena itu, mahasiswa dituntut menjadi calon manusia yang akademis, berintelektual, yang dapat mengayomi masyarakat. Tuntutan ini tidak terlepas dari tugas dan fungsi mahasiswa, yang di antaranya adalah sebagai agent social of change, agent of control, iron stock, dan juga sebagai moral force.

Pertama, mahasiswa sebagai agen social of change, dituntut untuk menjadi agen perubahan di masyarakat. Semisal di masyarakat terjadi kesenjangan sosial atau kebijakan pemerintah yang timpang, mahasiswa bertanggung jawab untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Kedua, sebagai agen social of control, mahasiswa harus bisa mengendalikan lingkungan di sekitarnya ketika terjadi keimpangan sosial, serta pandai bersosialisasi dengan masyarakat. Ketiga, mahasiswa sebagai Iron Stock, dituntut siap menjadi kader pengganti pemimpin negeri. Dan terakhir, mahasiswa sebagai moral force, harus memegang teguh nilai-nilai moral di masyarakat, jangan sampai sebaliknya.

Sikap Mandiri
Selain memiliki tugas, fungsi, dan peranan yang cukup penting di masyarakat, yang lebih penting lagi mahasiswa wajib memiliki sikap kemandirian. Sikap kemandirian merupakan kemampuan mengatur hidupnya, memanajemen waktu, dan kemampuan berpikir secara mandiri, dan mandiri dalam memecahkan setiap masalah yang ada di hadapannya. Sikap ini sangat penting bagi mahasiswa, agar mampu menjadi manusia yang mandiri dan berdikari. Manusia yang mandiri tidak selalu bergantung pada orang lain tentang bagaimana mengatasi masalahnya (Parker, 2005:226).

Permasalahan yang muncul selama ini mengapa mahasiswa tidak memiliki sikap kemandirian, tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, di antaranya faktor internal dan eksternal. Dari faktor internal, seringkali mahasiswa tidak percaya pada apa yang akan dikerjakan. Contoh ketika mengerjakan tugas, tumbuh sikap pesimisme terlebih dahulu sebelum mengerjakannya, yang membuat mahasiswa menjadi malas dan sering bergantung pada temannya. Contoh lain dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, seringkali mahasiswa merasa malu jika kuliah sambil bekerja. Padahal hal itu sangat penting untuk menumbuhkan pengetahuan dan wawasan.

Sedangkan dari faktor eksternal, ketika masih di kampung halaman, mahasiswa bersangkutan terbiasa dimanja oleh kedua orangtuanya. Sehingga ketika sudah menyandang gelar mahasiswa, mereka sulit beradaptasi dengan lingkungan kampus, karena di rumah sering bersama orangtua. Sehingga perilaku kemandiriannya belum terbentuk, dan apa-apa harus minta orangtua, atau dengan kata lain sering disebut ‘anak mami’. Urutan posisi anak dan jenis kelamin,  juga dapat mempengaruhi prilaku kemandirian mahasiswa. Apalagi kalau anak kedua dan perempuan, pasti sering dimanja oleh orangtuanya, tidak dilatih dari kecil untuk berprilaku mandiri. Seharusnya orangtua mendidik anaknya mandiri sejak dari dini, supaya ketika besar tidak sering bergantung dengan orang lain.

Melihat hal demikian, banyak hal yang patut dilakukan mahasiswa untuk bisa mandiri, salah satunya adalah meninggalkan sikap introvet. Sebab, dewasa ini mahasiswa telah terjangkit penyakit introvet, sehingga tidak acuh terhadap lingkungan sekitarnya. Dan sifat ini bisa dihilangkan dengan cara membiasakan diri berada pada lingkungan yang baik. Persoalannya, lingkungan yang baik itu berada di mana? Tidak lain adalah di dalam organisasi, baik intra maupun ekstra kampus. Di dalamnya, mahasiswa bisa belajar mandiri, berlatih kepemimpinan, serta belajar memecahkan segala permasalahan.

Meneladani Kemandirian Rasulullah SAW
Dalam Islam, sikap kemandirian sangat dianjurkan kepada setiap manusia, supaya tidak selalu meminta bantuan orang lain. Bahkan sebagai muslim, harus bersedia membantu yang membutuhkan bantuan. Sebagaimana hadits nabi, bahwa “tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.” Jika setiap muslim memiliki sikap mandiri, tentu akan menghasilkan banyak manfaat, salah satunya adalah sikap percaya diri. Sebab, secara tidak langsung, jika kita dimintai bantuan orang lain, maka dengan sendirinnya sikap percaya diri pada diri kita akan semakin baik. Dan ketika dimintai bantuan orang lain kembali, dengan sigap dan tanggap akan dengan senang hati mau melakukannya.
Rasulullah SAW adalah sosok yang memiliki sikap mandiri. Sejak belia, Beliau sudah menjadi yatim piatu, dan hanya hidup dengan pamannya pada waktu itu. Namun tekat yang kukuh dari Beliau untuk tidak sering bergantung kepada orang lain dan tekat untuk mandiri, menjadikan Rasulullah SAW mampu mengatasi segala kesulitan. Rasulullah SAW juga mengajarkan kemandirian untuk membentuk pribadi muslim yang mau berusaha keras, kreatif, tidak mau menjadi tumpuan orang lain. Suka bersedekah dengan harta yang dimilikinya, dan berusaha mengembangkan potensi diri (Gymnastiar, 2005: 26).
Allah dan Rasul-Nya mengajarkan umat Islam untuk bekerja keras. Tentunya sebagai mahasiswa, dalam mengerjakan tugasnya harus dengan bekerja secara maksimal. Supaya hasil yang didapatkan juga bermanfaaat, khususnya bermanfaat pada diri sendiri dan juga bermanfaat untuk orang banyak.
Sebagai bahan pelajaran bagi kita semua, Ibnu Qoyyim pernah berkata, semestinya anak itu dijauhkan dari sifat malas, santai dan sering nganggur. Biasakan untuk bekerja, karena hal itu berakibat kejelekan dan akan menimbulkan penyesalan di kemudan hari. Dan jika orang itu rajin, maka akan mendapatkan hasil yang baik, di dunia maupun di akhirat kelak. Orang yang sering santai adalah dulunya termasuk orang yang lelah, kebahagiaan di dunia tidak bisa diraih dengan kita bersantai-santai. Rasulullah SAW selalu mengajarkan kita untuk menumbuhkan semangat dan tanggung jawab (Abdurrahman, 2006:215).
Sikap kemandirian memang harus dimiliki setiap orang, khusunya mahasiswa. Sebagai agent social of change, agent of control, iron stock, dan juga sebagai moral force, yang sudah memiliki pemikiran dewasa, tidak mungkin mahasiswa masih membiasakan diri sering bergantung pada orang tua maupun orang lain. Sejatinya, ia mulai membentuk sikap percaya diri akan segala hal, berpikir positif untuk selalu maju ke depan, selalu membuat motivasi untuk diri sendiri. Di samping itu, harus berkomitmen bahwa dengan tangan sendiri mampu melakukan banyak hal. Dan terpenting adalah senantiasa meneladani sikap kemandirian yang diajarkan Rasulullah SAW. Wallahu a’lam bi al-shawab.

[Kangean.Net]