Pulau Kangean memiliki sejarah yang kaya dan cerita yang menarik tentang asal-usul namanya. Konon, pulau ini hanya dapat terlihat dari kejauhan saat air laut surut, sedangkan ketika air laut pasang, pulau tersebut akan terendam di bawah permukaan air. Oleh karena itu, pulau ini dinamakan Pulau Kangean, yang berasal dari kata dalam bahasa Madura "Ka-aengan," yang berarti "terendam pada air."

Pada masa lalu, raja-raja Sumenep menjadikan Pulau Kangean sebagai tempat pembuangan bagi orang-orang yang mendapatkan hukuman berat karena kesalahan besar. Namun, seiring waktu, pulau ini berkembang menjadi pusat perdagangan laut yang penting karena hasil laut seperti ikan, akar bahar, dan aneka bebatuan, serta hasil hutan dan bumi seperti padi dan ladang yang melimpah. Hal ini menarik banyak orang dari Sumenep maupun daerah lain, bahkan dari Kalimantan dan Sulawesi, untuk pindah dan menetap di Pulau Kangean.

Pulau Kangean relatif baru dalam hal pemukiman, dan penduduknya tidak mengenal agama Hindu. Sejak awal, agama yang dianut oleh penduduk setempat adalah Islam.

Pada masa pemerintahan Belanda, Pulau Kangean kurang mendapat perhatian dari pemerintah kolonial. Pada tahun 1763, utusan Compagnie Belanda datang meninjau Kangean dan kepulauan sekitarnya. Kemudian, pada tahun 1798, peninjau dari Compagnie Belanda kembali datang karena terjadi kerusuhan hebat di Kangean yang disebabkan oleh kelaparan, hingga menyebabkan pembunuhan di antara golongan pemerintah oleh rakyatnya.

Di Kangean terdapat sebuah gua yang dikenal sebagai "Gua Kuning." Banyak orang yang salah mengira bahwa gua ini adalah tempat bertapanya Putri Kuning, ibunda Jokotole, namun sebenarnya, tempat pertapaannya berada di Gunung Geger, Kabupaten Bangkalan.

Di sebelah barat Pulau Kangean terdapat sebuah pulau kecil bernama Pulau Mamburit, yang memiliki kuburan keramat yang disebut "Bhuju' Mamburit." Menurut cerita masyarakat Kangean, kuburan tersebut adalah tempat kepala seorang Sajid yang terkenal sebagai penyebar agama Islam yang terdampar di tepi laut, sementara tubuhnya tidak diketahui keberadaannya.

Pada masa pemerintahan Belanda sebelum Jepang, Pulau Sapeken, yang termasuk dalam wilayah Kangean, merupakan penghasil ikan pindang terbesar dibandingkan dengan daerah lain di Pulau Madura. Selain itu, pulau ini juga terkenal sebagai penghasil kopra, kayu hutan, kayu bakar, dan arang.

Kangean juga dikenal sebagai satu-satunya tempat yang menghasilkan "Boschwezen" di seluruh kepulauan Madura. Oleh karena itu, pemerintah Belanda banyak memindahkan orang-orang dari daerah lain seperti Kediri dan Lamongan untuk bekerja di kawasan hutan yang disebut "Tambajangan." Pada waktu itu, pemerintah Belanda juga memberikan konsesi kepada seorang pengusaha asal Formosa bernama Khan Tian Ting untuk mendirikan perusahaan pembuat arang terbesar di seluruh Madura.

Dikutip dari : Dari Bangkalan Memory Dan Sejarah Tjaranya Pemerintahan Daerah di Kepulauan Madura Dengan Hubungannya